Penelusuran Om Google

Steaming Radio On-Line

Tuesday, November 1, 2011

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

Pengertian sifat dasar Pancasila sebagai ideologi negara diperoleh dari sifat dasarnya yang pertama dan utama (pokok), yakni dasar negara yang dioperasionalkan secara individual maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia: masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai cita-cita itulah Pancasila berperanan sebagai ideologi negara.
Ada banyak pengertian ideologi. Soesanto Darmo Soegondo (1983:42) mengumpulkan beberapa pengertian ideologi sebagai berikut:
  1. Webster Dictionary: “A system of ideas concerning phenomena, especially those of social life; the manner of thinking characteristic of a class or an individual.”
  2. Henry D. Aiken (The Age of Ideology): “Ideology means ideal or abstract speculation and visionary theorizing.”
  3. William James (Varieties of Religious Experience): “Ideology is a man’s total view or thought about life.”
  4. W. White (Political Dictionary): “The sum of political ideas or doctrines of distinguishable class or group of people.”
  5. Harold H. Titus (The Living Issues of Philosophy): “A term use for any group of ideas concerning various political and economical issues and social philosophies; often applied to a systematic scheme of ideas held by groups or classes. The term ‘ism’ sometimes use for these systems of thought.”
Sedangkan Kirdi Dipoyudo (1979:9) cenderung memandang ideologi sebagai “… kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan negara.”
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ideologi merupakan satu kesatuan gagasan/ cita-cita dari, oleh dan mengenai kehidupan seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan pada filsafat atau pandangan hidup tertentu. Maka Pancasila adalah ideologi negara, karena pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila merupakan cita-cita yang senantiasa diupayakan pelaksanaannya dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sedemikian pentingnya Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara dijelaskan melalui Ketetapan MPR No.XX/MPRS/1966 (dan berbagai penegasannya hingga kini) sebagai berikut: “Pembukaan UUD 1945 sebagai Pernyataan Kemerdekaan yang terperinci yang mengandung cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan yang memuat Pancasila sebagai Dasar Negara merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh sebab itu tidak dapat diubah oleh siapa pun juga, termasuk MPR hasil pemilihan umum, yang berdasarkan pasal 3 UUD berwenang menetapkan dan mengubah UUD, karena mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara.”
Dengan mengikuti pandangan Drijarkara, yaitu bahwa Pancasila berakar pada kodrat manusia dan inherent (melekat) dalam eksistensi manusia sebagai manusia, sehingga dengan menganalisis manusia, kita akan sampai juga pada Pancasila, maka bangsa dan negara Indonesia yang dibangun atas moral kodrati yang dimurnikan dan dipadatkan dalam Pancasila itu wajib tunduk padanya, membela serta melaksanakannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai ideologi menyerupai norma agendi, yaitu norma atau pedoman untuk bertindak/ berbuat. Dan sesuai dengan dalil bahwa segala sesuatu harus bertindak menurut kodrat masing-masing (Noblesse oblige!), maka manusia pun harus bertindak menurut kodrat rasionalnya karena manusia adalah makhluk jasmani-rohani yang berakal budi. Kirdi Dipoyudo (1979:11) membedakan manusia yang baik dari yang tidak baik berdasarkan moral kodrati: “Manusia adalah baik sebagai manusia apabila dia selalu bertindak secara rasional. Dengan akal budinya manusia dapat mengenal kodratnya dan norma-norma yang mengikatnya sebagai manusia. Manusia yang menaati norma-norma itu disebut baik, baik sebagai manusia atau baik dari segi moral (morally good). Norma-norma itu disebut moral kodrati (natural morals), karena dijabarkan dari kodrat manusia.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila hanya berperanan sebagai ideologi negara jika segala tindakan individual maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang mencakup aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain, dilaksanakan secara rasional berdasarkan Pancasila.
 
KARAKTERISTIK DAN PERAN IDEOLOGI PANCASILA
         Unsur-unsur yang merupakan materi (bahan Pancasila) tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan asal mula bahan (causa materialism) pancasila. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.
Unsur-unsur pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan negara Indonesia. dengan demikian pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya mengangkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain.
Selain itu pancasila juga bukan hanya merupakan ide-ide atau perenungan dari seseorang saja, yang hanya memperjuangkan suatu kelompok atau golongan tertentu, melainkan pancasila berasal dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa sehingga pancasila pada hakekatnya untuk seluruh  lapisan serta unsur-unsur bangsa secara komperhensif. Oleh karena ciri khas pancasila itulah  maka Pancasila memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia.
          Dari paparan diatas jelaslah bahwa ideologi Pancasila bersifat terbuka. Ideologi terbuka adalah ideologi dimana nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan adat istiadat, budaya, dan nilai religius masyarakatnya. Pancasila sebagai ideologi terbuka juga berarti Pancasila memiliki fleksibilitas atau keluwesan dalam menerima reformasi, yang berarti bahwa Pancasila senantiasa mengantisipasi perkembangan aspirasi rakyat sebagai pendukung ideologi serta dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman, sebagai wahana bagi tercapainya tujuan bangsa. Dalam hal ini maka pancasila sebagai ideologi yang bersifat terbuka memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut :
  1. Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi Pancasila tersebut secara riil hidup di dalam, serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat bangsanya.
  2. Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi Pancasila mengandung idealisme yg memberikan harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari.
  3. Dimensi fleksibilitas/ dimensi pengembangan, ideologi tersebut memiliki keluwesan yg memungkinkan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan semangat nasionalisme.
           Jelasnya, pancasila memiliki kedudukan sebagai falsafah atau pandangan hidup, sebagai dasar negara dan sebagai ideologi bangsa. Pancasila sebagai falsafah, sejatinya penuntun dan petunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan di segala bidang. Pancasila sebagai dasar negara sejatinya pancasila menjadi  sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum  Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi, sejatinya pancasila menjadi pedoman berperilaku berbangsa dan bernegara dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sejatinya menjadi pedoman moral kehidupan berbangsa dan bernegara. Singkatnya, Pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun (Leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jatidiri, kepribadian, moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Dengan demikian Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat. Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas, dan aktualitasnya, yang jika dipahami, dihayati, dipercayai, dan diamalkan secara konsisten dapat menopang pencapaian-pencapaian agung peradaban bangsa.
Nilai-nilai ketuhanan (religiositas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal-transendental) dianggap penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara. Indonesia bukanlah negara sekular yang ekstrem, yang memisahkan “agama” dan “negara” dan berpretensi untuk menyudutkan peran agama ke ruang privat/komunitas. Negara harus melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan bisa memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Namun,  Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya merepresentasikan salah satu (unsur) agama dan memungkinkan agama untuk mendikte negara. Peran agama dan negara tidak perlu dipisahkan, melainkan dibedakan. Dengan syarat bahwa keduanya saling mengerti batas otoritasnya masing-masing yang disebut dengan istilah “toleransi-kembar” (twin tolerations).
Nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia (yang bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamen etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas yang mengarah pada persaudaraan dunia itu dikembangkan melaui jalan eksternalisasi dan internalisasi. Keluar, bangsa Indonesia menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimilikinya untuk secara bebas-aktif ‘ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial’. Kedalam, bangsa Indonesia mengakui dan memuliakan hak-hak dasar warga dan penduduk negeri. Landasan etik sebagai prasyarat persaudaraan universal ini adalah “adil” dan “beradab”.
Nilai-nilai persatuan bersumber dari internalisasi nilai-nilai persaudaraan kemanusiaan ini, Indonesia adalah negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan perseorangan. Persatuan dari kebhinekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan , yang dalam slogan negara dinyatakan dengan ungkapan ’bhineka tunggal ika’.
Nilai-nilai permusyawaratan sebagai semangat menjunjung tinggi kedaulatan rakyat adalah aktualisasi dari nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan yakni semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi memperoleh kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat, ketika kebebasan politik berkelindan dengan kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam kerangka ’musyawarah-mufakat”. Dalam prinsip musyawarah-mufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas (mayorokrasi) atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha (minorokrasi), melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu.
            Nilai keadilan sosial menurut Pancasila, yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusian, nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial. Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus mencerminkan imperatif etis keempat sila lainnya. Di sisi lain, otentisitas pengalaman sila-sila Pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam perikehidupan kebangsaan. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan antara peran manusia sebagai mahkluk individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial (yang terlembaga dalam negara), juga keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam kehidupan sosial-perekonomian kompetisi ekonomi diletakkan dalam kompetisi yang kooperatif (coopetition) berlandaskan asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam mewujudkan keadilan sosial, masing-masing pelaku ekonomi diberi peran masing-masing yang secara keseluruhan mengembangkan semangat kekelurgaan. Peran individu (pasar) diberdayakan, dengan tetap menempatkan Negara dalam posisi yang penting dalam menyediakan kerangka hukum dan regulasi, fasilitasi, penyediaan, dan rekayasa sosial, serta penyediaan jaminan sosial.
  
IDEOLOGI PANCASILA DAN GOTONG ROYONG
Pada hakikatnya, intisari setiap sila dari Pancasila adalah gotong royong. Sebuah corak kehidupan dan budaya yang sudah turun temurun dan menjadi ciri khas ataupun kepribadian sejati bangsa Indonesia. Soekarno menyatakan :

Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia—semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ‘gotong-royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong.
 Dasar dari semua sila Pancasila adalah gotong-royong. Maknanya adalah:
  • Prinsip ketuhanannya harus berjiwa gotong-royong, yaitu ketuhanan yang berkebudayaan, yang lapang dan toleran; bukan ketuhanan yang saling menyerang, merusak dan mengucilkan.
  • Prinsip intenasionalismenya harus berjiwa gotong-royong, yakni yang berperikemanusian dan berperikeadilan; bukan menjajah dan eksploitatif.
  • Prinsip kebangsaannya harus berjiwa gotong-royong yakni mampu mengembangkan persatuan dari aneka perbedaan, “bhineka tunggal ika”; bukan kebangsaan yang meniadakan perbedaan atau menolak persatuan.
  • Prinsip demokrasinya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan musyawarah mufakat); bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas (mayorokrasi) atau minoritas elit penguasa-pemodal (minorokrasi).
  • Prinsip kesejahteraannya harus berjiwa gotong-royong (mengembangkan partisipasi dan emansipasi di bidang ekonomi dengan semangat kekeluargaan); bukan visi kesejahteraan yang berbasis individualisme-kapitalisme; bukan pula yang mengekang kebebasan individu seperti dalam sistem etatisme.
 KESIMPULAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan semboyan Bhineka Tunggal Ika, didirikan dengan maksud untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa kita telah pula bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang bersifat demokratis (democratische rechtsstaat) dan sebagai Negara Demokrasi konstitutional (constitutional democracy) berdasarkan Pancasila.
Peranan ideologi Pancasila menjadi yang terpenting karena sejatinya Pancasila merupakan sumber jatidiri, kepribadian, moralitas, dan haluan kehidupan bangsa. Indonesia akan berwujud bangsa yang memiliki peradaban agung jika segenap masyarakat bangsanya bersedia dengan rela berkorban untuk mengamalkan Pancasila dalam setiap sendi kehidupan. Ideologi Pancasila akan terpenuhi arti dan maknanya jika nilai-nilai agung Pancasila teraplikasi dan terimplementasi  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akan berwujud peradaban agung manusia-manusia Pancasila.


No comments:

Post a Comment

Silakan Isi komentar anda dengan kosa kata yang santun, tidak mengandung kata - kata celaan dan jangan menempatkan link di dalam komentar. Terimakasih.

Buku Tamu
Get this widget